
Home »
Amar Ma'ruf
» Jangan Nilai Luarnya
Jangan Nilai Luarnya
Oleh: "Isriyanto, S.Pd" | Giat Belajar
Nov 14, 2011

Sang guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin
dari salah satu jarinya, lalu berkata, “anak muda, akan kujawab pertanyaanmu,
tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawahlah
ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?”
Melihat cincin sang
guru yang kotor, pemuda tadi merasa ragu, "satu keping emas? Saya tidak
yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.”
“Cobalah dulu. Siapa
tahu kamu berhasil.”
Pemuda itu pun
bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang
sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak
seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya
satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga
satu keping perak. Ia kembali ke padepokan sang guru dan melapor, “Guru, tak
seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak.”
Sang guru, sambil
tetap tersenyum arif, berkata, “Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang
jalan ini. Coba perliahtkan kepada pemilik toko atau tukang emas disana. Jangan
buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian.”
Pemuda itu pun
pergi ke toko emas yang dimaksud. Dan ia kembali dengan raut wajah yang lain. Ia
kemudian melapor, “Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai
sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu
keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang
ditawar oleh para pedagang di pasar.”
Sang guru
tersenyum simpul sambil berujar lirih, “Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi. Seseorang
tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya “para pedagang sayur, ikan dan daging
di pasar” yang menilai demikian. Namun tidak bagi “pedagang emas”
“Emas dan permata
yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu
melihat kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh
proses, wahai anak mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan
sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali disangka emas ternyata
loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment