Home »
ALAMKU (PHOTO)
» Bagian Sejarah Timah Di Pulau Bangka
Bagian Sejarah Timah Di Pulau Bangka
Oleh: "Isriyanto, S.Pd" | Giat Belajar
Nov 7, 2011
Sejak pulau Bangka dimasukkan ke
dalam kekuasaan Sultan Palembang, pulau Bangka diperintah oleh Kepala-kepala
Rakyat yang diangkat oleh Sultan, yaitu para Depati yang masing-masing
membawahi beberapa Batin. Kota Mentok dijadikan pusat pemerintahan dan tempat
kedudukan Temenggung yang mewakili Sultan di Bangka.
Pulau Bangka menjadi penting dan berarti setelah Timah ditemukan pada
sekitar tahun 1710, ditemukan secara kebetulan sewaktu pembakaran/pembukaan
ladang oleh penduduk di daerah Merawang dan ditemukan lagi setahun kemudian
ketika terjadi kebakaran besar di dekat Cepurak. Timah yang dihasilkan oleh
rakyat Bangka ini kemudian bukan hanya untuk mata pencarian tetapi juga untuk
membayar semacam pajak berupa sepotong timah, yang disebut timah tiban, seberat 50 kati (± 31 kg) setahun. Pencarian timah
tiban ini diwajibkan kepada setiap laki-laki yang sudah kawin, kecuali orang
Melayu keturunan dari Johor dan Riau. Sebagai imbalan atas penyerahan timah
tiban ini Sultan memberikan sepotong baju hitam dan selembar cukin. Sedangkan Timah
yang didapatkan dijual oleh Sultan kepada Kompeni (V.O.C) yang mendapat hak
monopoli sejak tahun 1722. Oleh karena hasil penambangan oleh rakyat Bangka ini
tidak memuaskan, Sultan kemudian mendatangkan orang-orang Cina yang lebih ahli
dalam hal pertambangan ke Bangka.
Pada masa itu penduduk Bangka menikmati kesentosaan dan kesejahteraan
berpuluh-puluh tahun lamanya, terutama dibawah pemeritahan Sultan Ratu Ahmad
Badaruddin dari tahun 1756 sampai tahun 1776. Itulah zaman emas pulau Bangka dan
produksi timah terus-menerus meningkat. Pada tahun 1740 produksi mencapai ±
25.000 pikul. Produksi ini kemudian demikian meningkatnya, sehingga Kompeni
tidak sanggup membeli kelebihan daripada kontraknya. Hal inilah yang dikemudian
hari menyebabkan timbulnya segala macam kegiatan kecurangan dan penyelundupan,
yang akhirnya mengakibatkan kekacauan-kekacauan di pulau Bangka. Ditambah lagi
dengan peperangan-peperangan yang terjadi antara V.O.C dan kerajaan-kerajaan
Lingga dan Riau selama 20 tahun sejak tahun 1785 membawa akibat-akibat yang
buruk sekali bagi pulau Bangka. Raja-raja Lingga dan Riau dapat dikalahkan oleh
VOC, tetapi mereka ini lalu mengajak kaum bajak laut atau lanun mengganggu
keamanan di laut dan menyerang parit-parit (tambang timah) di pulau Bangka
serta merampas timahnya. Serangan-serangan oleh angkatan perang Lingga bersama
kaum lanun dibawah pimpinan Panglima Raman ini menimbulkan banyak kerugian di
pihak Kompeni, tetapi membawa juga kesengsaraan bagi rakyat Bangka. Ladang-ladang
terbengkalai, sehingga tidak banyak menghasikan padi, sedangkan hubungan dengan
Palembang terputus. Terjadilah kelaparan dimana-mana.
Mulai tahun 1804 berangsur-angsur serangan lanun
berkurang, tetapi zaman emas pulau Bangka tidak pernah lagi kembali.
Label:
ALAMKU (PHOTO)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment