Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. “Kekayaan! Kekayaan ! Tolong aku! Teriak Cinta. “aduh! Maaf, Cinta!” kata Kekayaan, “perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagi pula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku.
Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya “Kegembiraan! Tolong aku!”, teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.
Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panic. Tak lama lewatlah Kecantikan. “Kecantikan! Bawahlah aku bersamamu!”, teriak Cinta. “Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bias membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini.”. sahut Kecantikan.
Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah Kesediha. “Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu,” kata Cinta. “Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan ak ingin sendirian saja…” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengan suara, “Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!” Cinta menoleh kea rah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya.
Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi. Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orang tua itu. “oh, orang tua tadi? Dia adalah waktu.”kata orang itu. “Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku” Tanya Cinta heran. “Sebab,” kata orang itu, “hanya Waktu lah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu…”
No comments:
Post a Comment