Pasukan Gajah Ingin Hancurkan Ka’bah
Oleh: "Isriyanto, S.Pd" | Giat Belajar
Mar 18, 2014
“Apakah kami tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah
bertindak terhadap tentara bergajah?” Bukankah Dia telah menjadikan tipu
daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan dia
mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari
mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu Dia
menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat.” (QS. Al-Fiil: 1-5)
PADA masa Abdul Muthalib, terjadi peristiwa besar yang diabadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam Alquran, yaitu: peristiwa pasukan bergajah. Tersebutlah dalam
sejarah seorang panglima yang bernama Abrahah yang berkebangsaan
Habasyah yang memerintah negeri Yaman, ia membangun sebuah gereja,
diberi nama al-Qulais. Ia ingin agar bangsa Arab berpaling dari Ka’bah
ke gerejanya untuk melaksanakan haji. Tentu saja bangsa Arab menjadi
marah karena hal tersebut.
Seorang laki-laki dari Suku Kinanah buang hajat di dalam gereja
tersebut. Tatkala Abrahah mengetahui hal itu, ia marah dan bersumpah
akan memimpin seluruh tentaranya berangkat menuju Ka’bah dan
menghancurkannya. Kemudian ia memerintahkan pasukannya untuk
bersiap-siap, maka berangkatlah pasukan ini dan Abrahah menunggang
gajah.
Tatkala Abrahah singgah di al-Mughamas, ia mengutus seorang laki-laki
dari Habasyah yang bernama al-Aswad bin Maqshud, ia berangkat
menunggangi kuda hingga sampai ke Mekah. Lalu ia menggiring harta
penduduk Tihamah dari bangsa Quraisy dan lain-lain. Di antara harta yang
dirampasnya; ada 200 ekor onta milik Abdul Muthalib bin Hasyim yang
pada saat itu adalah seorang pembesar dan pemimpin Quraisy.
Maka bangsa Quraisy, Kinanah, Huzail, dan seluruh penduduk yang
berada di tanah haram berkeinginan untuk memerangi tentara Abrahah.
Kemudian mereka sadar bahwa mereka tidak punya kekuatan untuk melawan
Abrahah, kemudian mereka mengurungkan niat untuk melawan.
Lalu Abrahah mengutus Hunathah al-Himyari ke Mekah seraya ia berkata
kepadanya: “Carilah pemimpin penduduk negeri ini dan pemukanya, kemudian
katakan kepadanya: Sesungguhnya sang Raja berpesan kepadamu,
“Sesungguhnya kami datang bukanlah untuk memerangi kalian, hanya saja
kami datang untuk menghancurkan tempat ibadah ini, maka jika kalian
tidak menghalangi niat kami, kami tidak perlu menumpahkan darah kalian.
Jika pemimpin tersebut tidak berniat menghalangi niatku hendaklah ia
mendatangiku.”
Tatkala Hunathah memasuki Mekah, ia bertanya tentang pemuka bangsa
Quraisy dan tokohnya, maka dikatakan kepadanya, ia adalah Abdul Muthalib
bin Hasyim. Lalu Hunathah datang kepada Abdul Muthalib dan menyampaikan
pesan Abrahah kepadanya. Abdul Muthalib berkata: “Demi Allah, kami
tidak akan memeranginya karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk
memeranginya, ini adalah rumah Allah yang mulia dan rumah khalil-Nya
Ibrahim, jika Dia menghalanginya, maka ini adalah rumah dan tanah
haram-Nya. Dan jika Dia membiarkan Abrahah menghancurkan Ka’bah, maka
demi Allah kami tidak mempunyai kekuatan untuk menahannya.”
Lalu Hunathah berkata, “Berangkatlah bersamaku menuju pemimpin kami,
karena sesungguhnya ia memerintahkanku untuk membawamu kepadanya.” Abdul
Muthalib adalah orang yang paling tampan rupanya, elok parasnya, dan
paling berwibawa. Tatkala Abrahah melihatnya, ia menghargai,
mengagungkan dan memuliakannya untuk tidak duduk di bawah. Dan Abrahah
juga tidak suka bila orang-orang Habasyah melihat Abdul Muthalib duduk
di atas singgasana kerajaannya. Maka Abrahah turun dari singgasananya
dan duduk di permadani serta memerintahkan Abdul Muthalib duduk di
sampingnya.
Kemudian Abrahah berkata kepada juru bicaranya, “Katakan kepadanya,
apa yang ia perlukan?” Lalu juru bicara memberitahukan kepada Abrahah,
perkataan Abdul Muthalib, “Keperluanku hanya agar raja mengembalikan
kepadaku 200 ekor onta yang dirampas dariku.” Tatkala juru bicaranya
selesai berkata, Abrahah berkata kepadanya, “Katakan kepadanya, ‘Awalnya
di saat aku melihatmu aku kagum kepadamu, selanjutnya aku jadi
merendahkanmu ketika engkau menyampaikan keperluanmu, kenapa engkau
berbicara kepada ku tentang 200 ekor onta yang kurampas darimu? Dan
engkau membiarkan rumah tempat ibadahmu, milik agamamu dan agama nenek
moyangmu yang akan kuhancurkan, mengapa engkau tidak menyampaikan
tentang hal ini?’.”
Abdul Muthalib menjawab, “Bahwasanya aku adalah pemilik onta-onta
tersebut, sedangkan tempat ibadah itu ada pemilik (Tuhan) yang akan
melindunginya.”
Kemudian Abrahah berkata, “Dia tidak akan menghalangiku.” Abdul
Muthalib menjawab, “Hal itu terserah padamu.” Lalu Abrahah mengembalikan
onta-ontanya dan ia dipersilahkan kembali ke Quraisy.
Abrahah memerintahkan penduduk Quraisy untuk keluar dari Mekah dan
mencari tempat perlindungan di atas perbukitan dan lembahnya, khawatir
mereka terkena imbas kekuatan pasukannya.
Abdul Muthalib berdiri dan memegang pintu Ka’bah dan dibantu oleh beberapa orang Quraisy. Mereka berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
agar menurunkan pertolongan-Nya untuk menghalangi Abrahah dan
pasukannya. Abdul Muthalib sambil memegang pintu Ka’bah seraya berdia:
“Ya Allah, sesungguhnya seorang hamba hanya mampu melindungi
kendaraannya, maka lindungilah rumahmu. Jangan engkau biarkan pasukan
salib dan agama mereka mengalahkan kekuatanmua esok hari.”
Di pagi harinya, Abrahah bersiap-siap memasuki Mekah, ia menyiapkan
gajah-gajahnya dan mengomandani tentaranya. Gajahnya bernama Mahmud dan
Abrahah telah bertekad untuk menghancurkan Ka’bah, setelah itu ia
kembali lagi ke Yaman.
Tatkala mereka mengarahkan gajahnya ke Mekah, gajah mereka menderum,
lalu mereka memukul gajah-gajah mereka, tetapi gajah tetap tidak mau
berdiri. Lalu mereka mencoba mengarahkan gajah-gajahnya ke arah Yaman,
gajah berdiri dan berlari. Lalu mereka arahkan ke Syam, gajah pun
melakukan hal yang sama, mereka arahkan ke arah timur, gajah pun
melakukan hal yang sama.
Kemudian mereka arahkan lagi ke Mekah, gajah malah menderum, maka seketika itu Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengirim kepada mereka burung laut. Setiap ekor burung membawa 3 buah
batu: 1 di paruhnya dan 2 di kakinya sebesar kacang Arab atau kacang
Adas. Tidak seorang pun yang terkena batu tersebut melainkan tubuhnya
hancur. Lalu mereka keluar meninggalkan Mekah, sedangkan daging mereka
tercecer di sepanjang jalan dan mereka binasa.
Abrahah terkena sebuah batu di tubuhnya, lalu mereka membawanya ke
Yaman sedangkan jari jemarinya mulai terputus satu per satu, hingga
mereka membawanya ke Shan’a dan tubuhnya yang tersisa tinggal sebesar
seekor anak burung, dan ia mati di sana.
Sungguh peristiwa pasukan bergajah ini membawa dampak yang sangat
besar terhadap Quraisy dan kedudukannya di antara kabilah-kabilah Arab.
Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala mematahkan serangan pasukan
Habasyah, hingga mereka mendapatkan siksa, maka bangsa Arab pun sangat
memuliakan bangsa Quraisy. Mereka berkata, “Quraisy adalah ahli Allah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerangi musuh mereka, sehingga mereka tidak perlu melawannya.” @
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment