Bekal Perjalanan
Oleh: "Isriyanto, S.Pd" | Giat Belajar
Jul 4, 2013
Kehidupan adalah sebuah nikmat yang sesungguhnya tidak bisa kita hitung berapa nilai kenikmatan yang sudah kita dapatkan dalam menjalani kehidupan itu sendiri, tidak memandang sejauh mana kapasitas kita, baik sebagai orang miskin apalagi sebagai orang kaya, baik sebagai pejabat rendah apalagi sebagai pejabat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur orang lain, di balik semua itu ada nikmat yang telah diberikan oleh Allah, yang tentunya dari dimulai kita di dalam kandungan sampai sekarang tidak akan bisa kita hitung sudah berapa banyak kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada kita. Maka wajarlah bagi Allah mempertanyakan "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" dalam surat Al-Waqiah secara berulang-ulang.
Setiap makhluk tentunya tidak ada yang merencanakan kelahirannya di dunia ini, semata-mata semua adalah menjadi ketentuan dari yang Maha Menciptakan dan Maha Mengatur yaitu Allah SWT. Sehingga tidak ada alasan untuk kecewa dan menyesal dalam kehidupan ini. Ringan-berat, halangan-rintangan tentunya semua itu pasti ada dalam menjalani suatu perjalanan, apalagi perjalanan yang kita jalani yaitu kehidupan dunia dengan fatamorgana-fatarmorgana yang indah dan menyenangkan dan menuju kehidupan akhirat dengan balasan surga bagi mereka yang beriman dan bersyukur dan neraka bagi mereka yang lalai dan kufur. Sejauh mana keberhasilan dalam melewati perjalanan-perjalanan itu?, sejauh mana bekal yang dipersiapkan.
Teringat kisah jenaka penuh hikmah dari seorang yang bernama Bahlul. Dalam bahasa Arab, kata bahlul berarti bodoh atau dungu. Bagaimana mungkin seorang manusia mengambil kata dungu sebagai nama panggilannya? Pertanyaan itulah yang menggelitik hati sang raja.
Dengan penuh penasaran dan ingin tahu, sang raja memanggil Bahlul untuk ditanyai. "Mengapa namamu Bahlul?". "Memang saya Bahlul, baginda" jawab Bahlul.
"Apakah tidak ada orang lain yang lebih layak dipanggil dengan nama itu?" tanya raja lagi.
"Setahu hamba, tak ada yang layak lagi kecuali saya, baginda" tegas Bahlul.
Terksan dengan jawaban yang diberikan, sang raja memberikan hadiah. Sebuah tongkat dan sebuah pesan kepada Bahlul. "Jika suatu saat nanti, kau bertemu dengan orang yang lebih dungu dari dirimu, maka kau wajib menyerahkan tongkat ini padanya," titah sang raja. Bahlul pun menerima.
Lama berpisah dengan sang raja, tiba-tiba Bahlul mendengar kabar baginda sedang sakit keras dan diramalkan akan segera mangkat. Maka, dengan susah payah Bahlul menemui sang raja. Sambil membawa tongkat pemberian yang dibanggakannya.
"Wahai baginda, bagaimana kabarmu?"
"Aku akan pergi jauh, Bahlul. Jauh sekali, tak akan kembali," jawab sang raja.
"Pergi jauh? Apakah baginda sudah menyiapkan bekal?" tanya Bahlul yang kelihatan tidak mengerti isyarat kematian dari sang raja.
"Dalam perjalanan ini, wahai Bahlul, kau tak bisa membawa bekal," kata sang raja.
Tiba-tiba Bahlul berdiri. Diraihnya tongkat yang sejak tadi bersandar. Dengan cepat tongkat itu diberikan kepada sang raja. "Ternyata baginda lebih bodoh dari saya. Saya Bahlul, tapi saya mengerti setiap perjalanan selalu memerlukan bekal. Apalagi perjalanan jauh yang tidak akan kembali!"
Mungkin Bahlul tidak mengerti dengan maksud sang raja. Tapi sungguh, Bahlul sangat benar. Tidak ada perjalanan yang tidak memerlukan bekal. Sekalipun itu perjalanan menuju ajal. Dan sebaik-baiknya bekal dalam setiap perjalanan adalah; ilmu, amal, kebaikan dan kesempurnaan penghambaan kepada Allah SWT. Wallahu A'lam. @
Label:
Amar Ma'ruf,
ISLAM,
SEJENAK
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment