PERCAYAKAH Anda, bahwa pakaian "jilbab" kini bisa jadi senjata juga bagian dari ghazwul fikri (perang
pemikiran)? Mungkin bagi sebagian kita akan mempertanyakan, bagaimana
mungkin? Bukannya ghazwul fikri itu justru menjerumuskan wanita agar
tidak menutup aurat?
Jangan salah, coba saja Anda perhatikan layar televisi akhir-akhir
ini. Khususnya menjelang bulan Ramadhan sudah bertaburan
sinetron-sinetron yang bermodalkan akting "jilbab".
Sepintas seolah-olah tontonan yang islami, tapi inti jalan ceritanya tiada lain tiada bukan justru merusak generasi muda Islam.
Di TV, koran, majalah, dan media-media massa, menenampilkan sosok
"berjilbab" tapi pacaran, "berjilbab" tapi berikhtilat dengan lawan
jenis, jalan berduaan, pegang-pegangan tangan, sungguh di luar adab dan
makna jilbab yang sesungguhnya untuk menutup aurat dan sebagai pembatas
dengan lawan jenis.
Yang lebih parah lagi, banyak sinetron kita, para pelakonnya bergama
non Muslim namun berperan sebagai pemuda Muslim dan pemudi Muslimah
dengan mengenakan koko, peci serta berjilbab. Sableng!
Kalau konteks jilbab seperti sebagaimana yang disebutkan di atas, apa
faedahnya? Apa manfaatnya? Toh yang ada justru secara tidak langsung
melecehkan syariat dan tata caraberjilbab yang sesuai syar'i.
Secara tidak langsung juga mengajarkan kepada generasi muda yang
berjilbab khususnya, bahwa dengan berjilbab kita masih tetap bisa
pacaran!
Begitupun dalam konteks terpilihnya Fatin Shidqia Lubis dengan acara X-Factor-nya,
bukan sebuah kebetulan jika Fatin akhirnya ‘didorong” agar tepilih.
Boleh jadi, makna yang ingin digapai dalam kasus Fatin adalah bahwa
Muslimah yang berjilbab bisa juga “bebas” seperti Fatin. Remaja Muslimah
seolah secara tidak sadar dibredeli nilai-nilainya. Berjilbab tapi
berlenggak-lenggok dipanggung, berjilbab tapi mendayu-dayu di atas
panggung.
Yang problem, dalam kasus ini, orangtua Fatin justru paling bangga
anaknya manggung, ditonton jutaan manusia. Seolah-olah dia orangtua
paling berhasil dan sukses.
Jika ada yang menganggap Fatin ikut
‘berdakwah” di panggung TV, sebutkan lagu apa yang ia nyanyikan pantas
disebut berunsur nilai dakwah? Apakah lagu-lagu percintaan model
anak-anak alay (norak) zaman sekarang? Lalu di mana letak "syi'ar-nya"?
Menurut penulis, di dalam menyikapi kasus Fatin Shidqia Lubis di acara X-Factor tersebut, seharusnya yang saya tunggu dari MUI bukan malah memberi dukungan, tapi memberi nasehat yang intinya seperti ini;
"Nak, ajang nyanyi-nyanyi seperti ini
bukan budaya kita sebagai umat Islam, terlebih kondisi adik yang
berjilbab. Di habitat seperti ini bertaburan syubhat dan maksiat yang
mengelilingi, engkau adalah wanita, yang rapuh dan mudah terbawa
perasaan bahkan tidak menutup kemungkinan engkau terjerumus dan terbawa
arus maksiat yang besar di tempat ini. Lebih baik, carilah jalan lain
yang dapat semakin mendekatkanmu pada Allah, yang dapat benar-benar
membentukmu dan menjadikanmu seorang Muslimah yang penuh cinta kepada
Allah, dan Allah-pun cinta kepadamu. Yang dapat menjadikanmu perhiasan
yang paling berharga di dunia ini, yang memuliakanmu sebagai wanita yang
sesungguhnya, menjadikanmu wanita yang sholehah. Tinggalkan lingkungan
semacam ini yang hanya membahayakan akhlak dan agamamu, karena kemuliaan
dirimu bersama agamamu, sungguh takkan dapat kau tukar dengan apapun.
Apalagi hanya sebatas gemerlapnya popularitas dan limpahan materi yang
berlimpah.”
Tapi apa mau dikata? Fatin dan orangtuanya justru begitu bangga soal
ini. Bahkan kabar terakhir menyebutkan, MUI menyesali sikap Fatin yang
dulu pernah didukung, setelah Fatin justru menjadi “juru bicara” Miss
World di Indonesia.
Achi, vokalis Band Gugat
Selain Fatin ada juga kasus Asri Yuniar, seorang guru TK yang juga dikenal vokalis music aliran hardcore dari
grup Band Gugat. Achi, begitu nama panggilannya, meski berjilbab, dia
dikenal rocker. Band Gugat merupakan band ketiga bagi Achi. Saat duduk
di bangku SMA, dia sempat mendirikan band bernama Capability yang semua
personelnya perempuan. Mereka paling sering membawakan lagu Nirvana yang
beraliran grunge.
Penampilan Fatin dan Achi di depan TV bukanlah berdampak sedikit,
pasti berdampat luar biasa banyaknya. Satu yang harus kita khawatirkan,
tindakah dan pilihan kedua gadis ini seolah menunjukkan, bahwa wanita
berjilbab boleh melakukan apa secara bebas, tanpa perlu menghiraukan
larangan-larangan agama. Bagaimana dan seperti apa Muslimah seharusnya,
telah rusak atas kasus ini.
Kasus Fatin yang tiba-tiba menjadi pendukung acara Miss Morld ini akan makin menunjukkan, ikon jilbab boleh melakukan apa saja, termasuk mendukung kemaksiatan terselubung.
Jika para orangtua dan remaja Muslim tak paham “perang pemikiran”
seperti ini, bukan tidak mungkin kelak rumah produksi, media massa, TV,
dan kalangan industri hiburan berlaku “lebih jahat” dengan menjual
simbol-simbol keagamaan dan Islam untuk komuditas bisnis semata yang
ujung-ujungnya hanya berharap uang.
Sementara Fatin dan orangnya, hanya mendapatkan kesenangan sedikit.
Sekedar mobil baru atau tampil di layar beberapa menit. Itupun tak akan
dipakai lagi ketika dia sudah tak diperlukan media yang bersangkutan.
Apa sebab?
Sebab "agama industri" adalah uang, uang dan uang!
Jangan pernah bermimpi, jika tiba-tiba TV sangat baik hati hanya
karena mereka menyertakan siaran dakwah, kecuali tetap saja dapat iklan.
Dan yang paling penting, kita tidak bisa selamanya menyalahkan media
dan pemiliknya. Yang mendesak, umat Islam Indonesia sudah waktunya
memiliki media televisi yang benar-benar dapat membentuk kepribadiannya
menjadi seorang Muslim yang sebenarnya, pribadi Muslim yang taqwa, yang
bertauhid, cinta akan sunnah dan cinta akan nilai-nilai Islam untuk
diterapkan dalam kehidupannya.
Semoga kita semakin berhati-hati di dalam menyikapi persoalan sosial yang timbul di tengah-tengah kita.
Nasehat untuk Fatin dan Achi
Sebelum menutup tulisan, izinkan saya memberi nasehat untuk Fatin dan
Achi (juga para Muslimlah yang bermimpi ingin bersenang-senang, bebas
tetapi masih bisa menggunakan jilbab nya).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
" تركت فيكم أمرين ، لن تضلوا ما إن تمسكتم بهما : كتاب الله وسنتي “[رواه مالك بإسناد حسن
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku.” (HR. Malik dengan Sanad Hasan)
خَيْرُ أُمَّتِي الْقَرْنُ الَّذِينَ بُعِثْتُ فِيهِمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
"Sebaik-baik generasi adalah generasi saat aku diutus di
dalamnya, kemudian generasi setelah mereka, kemudian generasi setelah
mereka”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam juga pernah bersabda: “Ada
dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; Yaitu kaum
yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang
dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan
dengan menggoyang-goyangkan pundak-nya dan berlenggak-lenggok.Kepala
mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga
bahkan tidak akan mendapat wanginya, pada-hal sungguh wangi Surga itu
tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” [HR. Muslim]
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan kepada umat
(khususnya Fatin dan Achi) ini untuk dapat mewujudkan itu semua dan
menjadi wanita sholehah, di mana semua tindak-tanduknya ditiru orang dan
menjadi jariyah. Bukan justru memberatkannya di akherat kelak.
Setiap orang selalu ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah dan membawa amal jariyah (amal yang terus mengalir). Tentu amal tak akan jariyah jika apa yang kita lakukan melahirkan justru banyak kesesatan (menjerumuskan orang pada perilaku salah dan keliru). Wallahu A’lam Bish Showab.*
Penulis mahasiswa STID Mohammad Natsir (hidayatullah.com)
No comments:
Post a Comment